HIDROLOGI DAS BAB 2 Bentang Alam Sungai
BAB 2
Oleh
:
Fauzul
Chaidir A. Usman
471415002
Dosen
Pengampu :
Intan
Noviantari Manyoe, S.Si.,M.T
NIP 19821112 200812 2 002
Program
Studi Teknik Geologi
Jurusan
Ilmu dan teknologi kebumian
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Unversitas
Negeri Gorontalo
Gorontalo
2016
BAB 2
BENTANG ALAM SUNGAI
Bentang
alam sungai (fluvial) adalah bentuk – bentuk bentang alam yang terjadi akibat
dari proses fluvial. Pada hakekatnya aliran sungai terbentuk oleh adanya sumber
air, baik air hujan, mencairnya es, ataupun munculnya mata air, dan adanya
relief permukaan bumi. Air hujan setelah jatuh dipermukaan bumi mengalami
evaporasi, merembas kedalam tanah, diserap tumbuh – tumbuhan dan binatang,
transpirasi, dan sisanya mengalir dipermukaan sebagai ‘surface run off’.
A.
Stadia
Sungai
Tahap
perkembangan sungai terbagi menjadi 5 stadia yaitu : stadia awal,
stadia muda, stadia dewasa, stadia tua dan stadia peremajaan (rejuvenation).
·
Stadia awal dicirkan
dari bentuk sungai yang belum memiliki pola aliran yang teratur seperti
lazimnya suatu sungai. Sungai pada tahapan awal umumnya berkembang di daerah
dataran pantai yang mengalami pengangkatan atau di atas permukaan lava yang
masih baru.
·
Stadia muda dicirikan dengan sungai aktivitas alirannya mengerosi
ke arah vertikal. Erosi tersebut menghasilkan lembah menyerupai huruf
"V". Air terjun dan aliran yang deras mendominasi tahapan ini.
·
Stadia dewasa dicirikan dengan mulai adanya dataran banjir (flood
plain) kemudian membentuk meander. Pada tahapan ini aliran sungai sudah
memperlihatkan keseimbangan laju erosi vertikal dengan laju erosi lateral.
·
Stadia tua dicirikan dengan sungai yang sudah didominasi oleh
meander dan dataran banjir yang semakin melebar. Oxbow lake dan rawa
mulai terbentuk disisi sungai dan erosi lateral lebih dominan dibanding erosi
vertikal.
·
Stadia peremajaan adalah perkembangan sungai yang kembali didominasi
oleh erosi vertikal dibanding erosi lateral. Proses ini terjadi akibat
terjadinya pengangkatan di daerah sungai tua sehingga sungai kembali menjadi
stadia muda/awal (rejuvenation). Peremajaan sungai terjadi ketika tingkat dasar
sungai turun bisa disebabkan oleh penurunan muka air laut dan pengangkatan
daratan. Keduanya merupakan dampak dari terjadinya zaman es dan antar es.
B.
Pola
Aliran Sungai
Beberapa pola aliran sungai yang banyak dikendalikan
oleh struktur-struktur batuan dasarnya, kekeraan batuan, dan sebagainya. Yaitu
:
a.
Dendritik, Berbentuk
seperti cabang batang pohon. Berada di daerah datar dengan struktur batuan
homogen.
b.
Radial Sentrifugal, Pola
aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunung api
c.
Rectangular, Pola
aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh struktur
geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai
rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari
struktur kekar dan patahan.
d.
Trelllis, Aliran
sungai yang anak sungainya hampir sejajar dengan sungai induknya, biasanya
berada di wilayah patahan.
e.
Sentripetal, Aliran
yang berlawanan dengan pola radial, di mana aliran sungainya mengalir ke satu
tempat yang berupa cekungan (depresi).
f.
Annular, Pola aliran annular adalah pola aliran
sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu
dan ke arah hilir aliran kembali bersatu.
g.
Pararel, Sistem pengaliran paralel adalah
suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang curam/terjal.
h.
Pinnate, Pola Pinnate adalah aliran sungai
yang mana muara anak sungai membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai
ini biasanya terdapat pada bukit yang lerengnya terjal.
Ada beberapa faktor karakteristik DAS yang memberi pengaruh besar bagi
aliran permukaan, antara lain :
1. Bentuk DAS
Bentuk DAS yang
memanjang dan sempit cenderung menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih
kecil dibandingkan dengan DAS yang melebar. Ini dipengaruhi oleh waktu
kosentrasi. Waktu kosentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air
dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan
di bagian hilir suatu saluran. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung
menghasilkan laju aliran permukaan yang cenderung yang lebih kecil dibandingkan
dengan DAS yang melebar, sehingga terjadinya konsentrasi air dititik kontrol lebih
lambat yang berpengaruh pada laju dan volume aliran permukaan.
2. Topografi
DAS dengan kemiringan
curam disertai dengan parit saluran yang rapat akan menghasilkan laju dan
volume aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS yang landai
dengan parit yang jarang. Kerapatan parit itu berbicara mengenai reaksi DAS
terhadap curah hujan yang masuk. DAS yang kemiringannya besar dengan parit yang
rapat tentu lebih cepat mengalirkan air ke outlet dibandingkan dengan DAS yang
landai dengan parit yang jarang, sehingga tidak timbul genangan yang dapat
berpotensi menyebapkan banjir.
3. Tata guna lahan (Land Use)
Tata guna lahan (land
use) mempengaruhi jumlah dan kecepatan limpasan permukaan. Pengaruh tata
guna lahan dinyatakan dalam koefisien limpasan permukaan (C), yaitu bilangan
yang menunjukan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya
curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu
indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS . Nilai C berkisar atanra 0
sampai 1. Nilai C = 0 menunjukan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi
ke dalam tanah. Sebaliknya Nilai C =1 menunjukan bahwa semua air hujan mengalir
sebagai air permukaan.
Komentar
Posting Komentar